Beranda | Artikel
Faedah Surat An-Nuur #09: Menyikapi Berita Dusta
Sabtu, 20 Januari 2018

 

Bagaimana menyikapi berita dusta. Ambil pelajaran dari surah An-Nuur berikut ini.

 

Tafsir Surah An-Nuur

Ayat 12-14

لَوْلَا إِذْ سَمِعْتُمُوهُ ظَنَّ الْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بِأَنْفُسِهِمْ خَيْرًا وَقَالُوا هَذَا إِفْكٌ مُبِينٌ (12) لَوْلَا جَاءُوا عَلَيْهِ بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَإِذْ لَمْ يَأْتُوا بِالشُّهَدَاءِ فَأُولَئِكَ عِنْدَ اللَّهِ هُمُ الْكَاذِبُونَ (13) وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةِ لَمَسَّكُمْ فِي مَا أَفَضْتُمْ فِيهِ عَذَابٌ عَظِيمٌ (14)

Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu, orang-orang mukminin dan mukminat tidak berprasangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: “Ini adalah suatu berita bohong yang nyata.” Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu? Oleh karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi maka mereka itulah pada sisi Allah orang- orang yang dusta. Sekiranya tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua di dunia dan di akhirat, niscaya kamu ditimpa azab yang besar, karena pembicaraan kamu tentang berita bohong itu.” (QS. An-Nuur: 12-14)

 

Penjelasan Ayat

Allah memberikan petunjuk kepada orang-orang yang mendengar berita dusta agar menyikapi dengan cara berhusnuzan lebih dahulu dan asalnya seorang mukmin itu selamat dari tuduhan dusta. Orang beriman asalnya memiliki keimanan, selamat dari ifik batil (berita dusta yang batil). Ketika mendengar berita dusta tentang saudaranya harusnya ia katakan itu dusta dan berlepas diri darinya.

Kalau ingin menuduh seseorang berselingkuh (berzina), hendaklah mendatangkan empat orang saksi. Kalau pun seseorang yakin namun tidak bisa mendatangkan empat orang saksi, maka dalam hukum Allah tetap dianggap telah berdusta. Karena kehormatan seorang muslim harus dijaga.

Dari Ibnu ‘Abbas dan Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pada haji Wada’,

فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِى شَهْرِكُمْ هَذَا فِى بَلَدِكُمْ هَذَا فَلْيُبَلِّغِ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ

Sesungguhnya darah, harta dan kehormatan kalian haram bagi kalian sebagaimana kemuliaan hari ini bagi kalian, bulan ini bagi kalian, negeri ini bagi kalian. Hendaklah yang menyaksikan saat ini menyampakan kepada yang tidak hadir.” (HR. Bukhari, no. 1739 dan Muslim, no. 1679)

Dari hadits di atas menunjukkan bahwa kehormatan seorang muslim asalnya tidak boleh dijatuhkan hingga memiliki saksi yang jujur.

Karena kasih sayang dan karunia Allah, yang menyebabkan berita bohong diperintahkan untuk bertaubat dan kalau dikenai hukuman, punya tujuan untuk menghapuskan dosa. Demikian intisari dari pembahasan Tafsir As-Sa’di, hlm. 593.

 

Faedah dari Ayat

 

  • Ayat yang menyatakan, “orang-orang mukminin dan mukminat tidak berprasangka baik terhadap diri mereka sendiri” menunjukkan bahwa orang mukmin itu bersaudara.

Dari An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ الْوَاحِدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى

Perumpamaan kaum muslimin dalam saling mengasihi, saling menyayangi, dan saling menolong di antara mereka seperti perumpamaan satu tubuh. Tatkala salah satu anggota tubuh merasakan sakit, maka anggota tubuh yang lainnya akan merasakan pula dengan demam dan tidak bisa tidur.” (HR. Muslim, no. 2586)

  • Kalau kita mendengar saudara kita difitnah dengan berita dusta (tidak benar), sikap kita yang dikedepankan adalah husnuzhan lalu katakan bahwa itu dusta.
  • Syaikh Musthafa Al-‘Adawi rahimahullah mengajarkan kepada kita sikap yang baik ketika mendengar berita ‘aib itu tentang saudara kita, di mana beliau simpulkan dari ayat yang sedang kita kaji: (a) husnuzhan dahulu; (b) minta pada yang menyebar berita untuk mendatangkan bukti; (c) harus dipahami bahwa kehormatan seorang mukmin shalih lebih mulia dari kehormatan seorang kafir yang fasik, maka tidak pantas mencela seorang mukmin.
  • Jika ada seseorang melihat yang lainnya berzina dengan mata kepalanya sendiri, namun ia tidak bisa mendatangkan saksi lainnya; maka ia disebut qaadzif (penuduh zina) di dunia dan dihukumi fasik, lalu terkena hukuman hadd qadzaf (80 kali cambukan) dan kesaksiannya tidak diterima selamanya. Namun berbeda dengan ilmu Allah, Allah tahu ia melihat perbuatan tersebut.
  • Hukum dunia itu berdasarkan lahiriyah, bukan menilai dalam batin.

 

Cerdas Menerima Berita

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujurat: 6).

Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di saat menerangkan ayat di atas, beliau berkata,

“Termasuk adab bagi orang yang cerdas yaitu setiap berita yang datang dari orang kafir hendaknya dicek terlebih dahulu, tidak diterima mentah-mentah. Sikap asal-asalan menerima amatlah berbahaya dan dapat menjerumuskan dalam dosa.

Jika diterima mentah-mentah, itu sama saja menyamakan dengan berita dari orang yang jujur dan adil. Ini dapat membuat rusaknya jiwa dan harta tanpa jalan yang benar. Gara-gara berita yang asal-asalan diterima akhirnya menjadi penyesalan.” Lihat Tafsir As-Sa’di, hlm. 850.

 

Mencari-Cari Kesalahan Orang Beriman (Tajassus)

Dalam ayat Al-Qur’an disebutkan,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang.” (QS. Al-Hujurat: 12).

Sebagaimana disebutkan dalam Tafsir Al-Jalalain (hlm. 528), menaruh curiga atau prasangka buruk di mana yang terlarang adalah prasangka buruk kepada orang beriman dan pelaku kebaikan, dan itulah yang dominan dibandingkan prasangka kepada ahli maksiat. Kalau menaruh curiga pada orang yang gemar maksiat tentu tidak berdosa. Adapun makna, janganlah ‘tajassus’ adalah jangan mencari-cari dan mengikuti kesalahan dan ‘aib kaum muslimin.

Moga Allah beri taufik untuk selalu menjaga lisan dan menjaga diri dari yang haram.

 

Referensi:

  1. At-Tashiil li Ta’wil At-Tanzil – Tafsir Surat An-Nuur. Cetakan kedua, Tahun 1423 H. Syaikh Musthafa bin Al-‘Adawi. Penerbit Maktabah Makkah.
  2. Tafsir AlJalalain. Cetakan kedua, Tahun 1422 H. Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin As-Suyuthi. Penerbit Darus Salam.
  3. Tafsir As-Sa’di. Cetakan kedua, Tahun 1433 H. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.

Disusun di Perpus Rumaysho, 23 Rabi’uts Tsani 1439 H, Rabu siang

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com


Artikel asli: https://rumaysho.com/17059-faedah-surat-an-nuur-09-menyikapi-berita-dusta.html